Kamis, 31 Oktober 2013

cerpen beralur campuran


dalam membuat sebuah cerpen atau novel atau yang lain, jelas kita akan dihadapkan pada alur cerita. dibawah ini contoh cerpen beralur campuran. semoga aja bisa bermanfaat buat lo.

(Go For Back)
Oleh : metafora lintang

                                                                        26/10/2013, 21;50
“Bay…..Bay….. Bayu…. Bangun Bayu ! bangun !, kamu bisa dengar aku kan ?” keras suara Faris bersaing dengan suara derasnya air yang berlomba jatuh ke lantai toilet. Di pangkuan Faris, badan Bayu terkulai lemas, mukanya putih pucat, sudah tak sadarkan diri. Sesegera Faris meminta bantuan teman lain untuk membawa Bayu ke UKS.
Sudah dua hari Bayu tidak berangkat sekolah sejak kejadian di toilet senin lalu, tak ada keterangan sakit atau ijin, yang ada hanyalah “A” alias Alfa yang tertera didaftar hadir. Tak ada teman lain yang tau sebab ketidak hadiran Bayu. Begitupun Faris, dia yang sangat dekat dengan Bayu, sahabatnya dari Sekolah Dasar, hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Atas kini. Rumah keduanyapun berdekatan, hanya terpaut dua rumah.
“Ada yang tahu kenapa Bayu tidak berangkat?” Ibu Rani selaku wali kelas menanyai seluruh anak. Namun memang tak ada yang mengetahui. Ibu Rani yang paham betul jika Bayu sangat dekat dengan Faris, dan kebetulan Faris juga menjabat ketua kelas menanyainya tentang Bayu.
“Faris, rumah kamu kan dekat dengan rumah Bayu? Ibu minta tolong, kamu jenguk dia, tanyakan kenapa tidak masuk sekolah?, yaa.”
“Gimana kalo kita semua bareng-bareng buuuu?” cletuk salah satu kawan.
“Oh, kalo kalian mau, itu lebih bagus.”
sepulang sekolah mereka menjenguk Bayu
***
Keesokan harinya, kamis pagi, Bayu tidak hadir lagi, bu Rani memanggil Faris selaku ketua kelas untuk menghadapnya ke ruang guru.
“Bagaimana hasil kemarin? Kenapa Bayu masih tidak berangkat?” Pertanyaan bu Rani ini sudah dipersiapkan jawabanya oleh Faris sejak jalan menuju ruang guru tadi, karena dia sudah mengira bu Rani akan menanyakan hal ini.
“Kemarin waktu kami ke rumahnya, tidak ada sipa-siapa bu. Sudah berulang kali kami ketuk pintu rumahnya, kami beri salam, tapi tetap tidak ada jawaban. Lagi pula rumahnya sudah berdebu, seperti sudah tak berpenghuni bu”. Panjang Faris jelaskan pada bu Rani.
“kalo memang begitu, yasudah, nggapapa, makasih ya Ris, biar nanti dari pihak sekolah coba datangi rumahnya”. Ucap bu Rani sambil memberesi buku di mejanya
“iya bu sama–sama”. Faris kembali menuju kelas. Sebenarnya Ia ingin ceritakan tentang kecurigaannya terhadap Bayu kepada bu Rani, tetapi dia coba ceritakan terlebih dahulu pada sahabatnya, Tama, yang juga cukup dekat dengan Bayu.
Pulang sekolah keduanya bertemu.
“Tam, ada yang mau aku ceritakan, ini menyangkut Bayu”
“masalah perubahannya itu ?” Tama Nampak penasaran.
“iya, sebenarnya aku sudah mulai curiga akan tingkah lakunya sejak dua pekan lalu”.
“dua pekan lalu ?” Tama membenarkan posisi duduknya senyaman mungkin untuk mendengarkan cerita Faris.
Faris coba jelaskan pada Tama perubahan-perubahan Bayu sejak dua pekan lalu se-detail yang Ia bisa.
Ini cerita dua pekan lalu, tepatnya hari kamis, usai pembelajaran di sekolah, Faris seperti biasanya, mengajak Bayu belajar bersama di rumahnya.
Namun kali itu dia menolak tanpa memberi alasan jelas pada Faris. Baru pertama kalinya dia menolak ajakan Faris. Biasanya dia yang bersemangat bila belajar bersama. Dalam benak Faris terheran-heran, namun Faris masih mewajarkan itu.
Jum’at paginya Faris cukup pangling melihat penampilan Bayu di depan pintu gerbang sekolah. Muka yang biasanya berseri, meski dikala mendung, kini kusam merata disetiap lini mukanya yang kalem. Rambut lurus yang biasanya tertata rapi, justru terlihat bagai bulu ketek manusia purba yang engga pernah disalonin. Pakaian seragamnya yang biasanya selalu dimasukkan, kini celana seragamnya yang Ia masukkan, alias acak-acakan.
“Bay, kamu salah makan obat ?” Candaan Faris tidak digubris Bayu.
“hey ada apa denganmu sobat ?” Faris coba sapa lagi.
“engga” singkat, padat , jelas, itu jawaban Bayu.
Usai sekolah keduanya bertemu, karna Bayu ingin bicara banyak pada Faris. Bayu menceritakan permasalahan keluarganya. Ayahnya yang saat itu pengangguran, membuat perekonomian keluarganya turun. Hampir setiap pulang sekolah dia mengurung diri di kamarnya, dia tidak ingin melihat kedua orang tuanya yang selalu beradu cek cok. Kondisi seperti ini membuat batin Bayu tertekan. Kadang Ia berpikir untuk putus sekolah, karena baginya, sekolah itu hanya menambah beban ekonomi orang tuanya. Tidak jarang Ia mendengar bila keduanya orang tuanya bertengkar dan yang dipermasalahkan adalah biaya sekolah yang tinggi. Menangis Bayu jika mendengarnya. Mungkin baginya adu mulut mereka itu lebih menyakitkan daripada serangan rudal Israel..
“kira-kira gitu deh Tam” ucapan Faris membuat mulut Tama yang mlongo sejak tadi mulai merapat.
“kasian juga ya dia.”
“iya, pas hari sabtunya, aku juga liat dia pulang malem, tampilannya udah ngga karuan, kaya orang habis mabuk gitu…”
“ah masa dia mabok ?” sangkal Tama
“itu baru presepsiku, kebenerannya siiii…..” Faris menyambung perkataannya itu hanya dengan mengangkat kedua bahunya, diikuti kepala yang sedikit dimiringkan.
Setelah cukup puas mereka bercerita, keduanya kembali kerumah masing-masing.
***
Tanpa diduga, saat Faris melewati sebuah gang yang dekat dengan terminal bus. Dia melihat sosok lelaki yang tak sing baginya, muka yang masih yang masih membekas dalam ingatannya, saat terakhir kalinya terkulai pucat dipangkuannya. “Bayuuu???” dalam hati Faris berkata, namun tak mampu mengucapkannya lewat lisan. Niat untuk menghampirinya pupus, karena Ia lihat Bayu bersama dengan anak brandalan terminal dan di tangannya, sebotol minuman yang akan Ia tenggak.
***
Pagi ini Faris berangkat lebih awal dari biasanya. Dia ingin menceritakan semua yang dilihatnya tentang Bayu kepada bu Rani. Dia harap dari pihak sekolah akan menindak lanjuti permasalahan sahabatnya. Karena Faris tidak ingin masa depan sahabatnya akan hancur.
Pulang sekolah sekitar pukul 15.00 Faris berniat mencari Bayu di gang dekat terminal kemarin. Setelah lama mengintai dari kejauhan. Faris mencoba mengikuti Bayu yang pergi meninggalkan gerombolannya, menuju sebuah rumah yang sangat sederhana yang tak jauh dari terminal. Ternyata disanalah sekarang Ia bersama keluarganya tinggal. Faris coba beranikan diri mengetuk pintu rumah Bayu. Tak lama pintu dibuka.
“Bayuuu” Faris mendekati Bayu dan memeluknya. Perlahan Bayu membalas pelukan Faris.
“ngapain kamu disini Ris ?” Tanya Bayu
“aku pengen tau kondisi kamu Bay, kenapa kamu ngga masuk sekolah?, ngga ada kabar sama sekali, ceritakan padaku Bay!”
“Ayahku sudah meninggalkan kami Ris…  kini aku hanya bersama ibu dan adiku, aku harus bantu ibuku cari uang Ris.”
“kemarin aku liat kamu mabuk. Benar kamu mabuk Bay ?,”Faris ingin memastikan yang dilihatnya kemarin itu Bayu atau bukan.
 “i..i..iya itu aku, awalnya aku hanya coba coba, tapi jadi ketagihan, aku sadar aku salah, ternyata itu semua hanya menambah permasalahanku.”
“iya aku tau Bay, yasudah, yang penting kamu sudah menyadarinya. Besok kamu berangkat yaa”
“ngga bisa Ris, aku ngga ada uang untuk berangkat, aku juga harus cari uang buat keluargaku”
“udah ngga usah pikirin itu, entar biar aku yang bayarin kamu, masalah keluarga, aku udah bilang ke sekolah buat bantu kamu.”
“tapii….” “tapi apa ?, udah ngga usah pikirin, aku akan bantu kamu” sambar Faris.
“terimakasih banyak kawan” senyum bayu mulai mengembang, setelah sekian lama tertutupi mendung akibat kemelut masalahnya.
“iya sama sama, aku pulang dulu Bay, udah mulai gelap”
“hati hati dijalan Ris”
***
Pagi yang indah, perasaan Faris yang senang bisa melihat sahabatnya duduk disampingnya kembali. Begitupun Bayu, dia pergi dari rumahnya untuk datang kembali merasakan tempat duduk yang cukup lama tidak berpenghuni, go for back, mungkin kata yang tepat untuknya. Dan beban keluarganya kini sudah tak lagi berat karena telah mendapat bantuan dari sekolah. Bayu merasa beruntung memiliki sahabat seperti Faris, rela berkorban banyak demi Bayu agar Ia bisa masuk sekolah kembali.